Menghunjam Dalam

"Pohon yang menjulang tinggi, akarnya menghunjam bumi."

Begitulah, pohon yang tinggi (sebaiknya) memiliki akar yang dalam sebagai fondasi. Jika tidak, akan mudah roboh. Demikian juga pada bangunan. Bangunan yang menjulang tinggi, mesti memiliki fondasi yang kuat dan dalam. Dan kita tahu diketinggian, angin lebih terasa tiupannya. Semakin tinggi, semakin terasa kencang rasanya.

Seperti halnya pohon dan bangunan, pada manusia pun demikian juga. Di tengah kencangnya berbagai tiupan prahara, manusia perlu mengakarkan dirinya, agar tidak mudah tumbang seketika.

Rasul Paulus mengingatkan kita untuk mawas diri, agar tidak mudah jatuh dalam godaan melakukan kejahatan (2 Korintus 13:5-10).  Ia mengajak kita untuk menguji diri, "Apakah kita sungguh berakar kepada Kristus dengan mendalam?" Jika orang percaya berakar dalam Kristus, maka ia akan tahan uji dengan tidak berbuat jahat. Jika Kristus ada di dalam dirinya, maka ia akan berbuat baik (ayat 5,7). 

Berakar mendalam pada Tuhan membantu setiap orang beriman agar tidak mudah jatuh dalam kejahatan. Berakar mendalam pada Tuhan membantu setiap orang beriman tidak tumbang karena kesedihan. Berakar mendalam pada Tuhan membantu setiap orang beriman memiliki daya tahan di tengah tekanan dan tantangan. 

Mudah? Tentu tidak. Hal ini dialami Harun sedang bertugas sebagai imam, ia mengalami kedukaan (Imamat 9:22-10:11). Didampingi Musa, Harun sebagai imam menjalankan tugasnya mempersembahkan korban penghapus dosa, korban bakaran dan korban keselamatan (9:22), serta memberkati umat. Umat bersorak, ketika api sebagai tanda kemuliaan TUHAN, menyala dan menghanguskan korban bakaran.

Lalu, tanpa diperintahkan-mungkin agar nyala api semakin besar dan ritual persembahan semakin lancar-anak-anak Harun, Nadab dan Abihu berinisiatif menambah bara. Ini dianggap sebagai api asing, dan tidak diperkenankan. Akibatnya mereka mati terbakar (10:2). Maka Musa memerintahkan Misael dan Elsafan-anak-anak Uzriel, paman Harun-untuk mengurus jenasah mereka. Musa juga mengingatkan, agar Harun tetap menjalankan tugas dalam ritual ini, walaupun terjadi kedukaan. Harun tidak boleh berduka dan menangis, dan harus dalam tempat kudus untuk menjaga kekudusan selaku imam yang sedang menjalankan ritual (10:6-7). Dan, imam juga tidak boleh mengkonsumsi minuman keras ketika bertugas dan masuk Kemah Pertemuan. 

Melalui kisah Musa dan Harun, Imamat 9:22-10:11 menekankan bahwa menjalankan ritus persembahan bagi TUHAN adalah hal yang sangat penting. Ada tata caranya dan tidak boleh serampangan. Demikian pula, bagi sang pelayan, ada aturannya, tidak boleh semaunya. Bahkan digambarkan, peristiwa kedukaan matinya anak-anak Imam Harun sekalipun, tidak boleh menjadi alasan baginya untuk menghentikan ritus persembahan tersebut. Tugas adalah tugas. Demikianlah Kitab Imamat ini menekankan, sebegitu pentingnya menyembah TUHAN! (Ya, menyembah TUHAN itu penting. Namun pada jaman ini, praktek yang demikian bukan berarti tanpa catatan.)      

Setiap orang memiliki tekanan dan tantangannya masing-masing. Setiap pilihan memiliki resikonya sendiri-sendiri. Mungkin, tidak setiap kita diberi kesempatan mengalami seperti apa yang tertulis dalam kisah Harun. Mungkin tidak setiap kita, diberi kesempatan untuk tetap tegak berdiri di tengah badai. 

Pemazmur (dalam Mazmur 16 ) menyatakan pujian sekaligus pengakuan imannya, “Engkaulah Tuhan. Tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!” (2). Ini adalah ungkapan relasi yang mendalam antara dia dengan Tuhan. Tuhan berada di pihaknya. Tuhan berpihak pada orang kudus. Tuhan menjaga, memelihara dan memberi kehidupan. 

Bersama pemazmur, ketika gelombang kehidupan mengguncang, iman berakar menghunjam semakin dalam pada Tuhan. Amin.

(Leksionari Imamat 9:22-10:11; Mazmur 16; 2Korintus 13:5-10)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Sukacita Kita

Bukan Menyembah yang Lain